Jumat, 17 Januari 2014

Pembelajaran Aqidah Akhlak



BAB I
PENDAHULUAN
I.       Latar Belakang Masalah
      Menurut bahasa, kata aqidah berasal dari bahasa Arab yaitu [عَقَدَ-يَعْقِدُ-عَقْدً] artinya adalah mengikat atau mengadakan perjanjian. Sedangkan Aqidah menurut istilah adalah urusan-urusan yang harus dibenarkan oleh hati dan diterima dengan rasa puas serta terhujam kuat dalam lubuk jiwa yang tidak dapat digoncangkan oleh badai subhat (keragu-raguan). Dalam definisi yang lain disebutkan bahwa aqidah adalah sesuatu yang mengharapkan hati membenarkannya, yang membuat jiwa tenang tentram kepadanya dan yang menjadi kepercayaan yang bersih dari kebimbangan dan keraguan. Berdasarkan pengertian-pengertian di atas dapat dirumuskan bahwa aqidah adalah dasar-dasar pokok kepercayaan atau keyakinan hati seorang muslim yang bersumber dari ajaran Islam yang wajib dipegangi oleh setiap muslim sebagai sumber keyakinan yang mengikat. Sementara kata “akhlak” juga berasal dari bahasa Arab, yaitu [خلق] jamaknya [أخلاق] yang artinya tingkah laku, perangai tabi’at, watak, moral atau budi pekerti. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, akhlak dapat diartikan budi pekerti, kelakuan. Jadi, akhlak merupakan sikap yang telah melekat pada diri seseorang dan secara spontan diwujudkan dalam tingkah laku atau perbuatan. Jika tindakan spontan itu baik menurut pandangan akal dan agama, maka disebut akhlak yang baik atau akhlaqul karimah, atau akhlak mahmudah. Akan tetapi apabila tindakan spontan itu berupa perbuatan-perbuatan yang jelek, maka disebut akhlak tercela atau akhlakul madzmumah.

II.     Tujuan Penulisan
      Untuk mengetahui akhlak kita sebagai manusia dalam bertingkah laku kepada Allah, Rasulullah, dan kepada binatang.


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Akhlak kepada Allah
            Akhlak kepada Allah dapat diartikan sebagai sikap atau perbuatan yang seharusnya dilakukan oleh manusia sebagai makhluk, kepada Tuhan sebagai khalik. Dan sebagai titik tolak akhlak kepada Allah adalah pengakuan dan kesadaran bahwa tiada Tuhan melainkan Allah. Dia memiliki sifat-sifat terpuji; demikian agung sifat itu, jangankan manusia, malaikat pun tidak akan mampu menjangkaunya (Quraish Shihab).
            Alasan mengapa manusia perlu beakhlak kepada Allah:

           Allah-lah yang mencipatakan manusia. Dia yang menciptakan manusia dari air yang ditumpahkan keluar dari tulang punggung dan tulang rusuk hal ini sebagai mana di firmankan oleh Allah dalam surat at-Thariq ayat 5-7. sebagai berikut :

فلينظرالانسان مم خلق خلق من ماء دافق يخرج من بين الصلب والترائب
)الطار ق : 0-٧(

Artinya :
            Maka hendaklah manusia memperhatikan dari apakah dia diciptakan?,
Dia tercipta dari air yang terpancar,
yang terpancar dari tulang sulbi dan tulang dada. (At-Tariq:5-7)






B.     Akhlak Kepada Rasul
            Disamping akhlak kepada Allah Swt, sebagai muslim kita juga harus berakhlak kepada Rasulullah Saw, meskipun beliau sudah wafat dan kita tidak berjumpa dengannya, namun keimanan kita kepadanya membuat kita harus berakhlak baik kepadanya, sebagaimana keimanan kita kepada Allah Swt membuat kita harus berakhlak baik kepada-Nya. Meskipun demikian, akhlak baik kepada Rasul pada masa sekarang tidak bisa kita wujudkan dalam bentuk lahiriyah atau jasmaniyah secara langsung sebagaimana para sahabat telah melakukannya. Berikut ini penulis memberikan gambaran tentang macam-macam Akhlak kepada Rasul.

1.      Ridha Dalam Beriman Kepada Rasul
            Iman kepada Rasul Saw merupakan salah satu bagian dari rukun iman. Keimanan akan terasa menjadi nikmat dan lezat manakala kita memiliki rasa ridha dalam keimanan sehingga membuktikan konsekuensi iman merupakan sesuatu yang menjadi kebutuhan. Karenanya membuktikan keimanan dengan amal yang shaleh merupakan bukan suatu beban yang memberatkan, begitulah memang bila sudah ridha. Ridha dalam beriman kepada Rasul inilah sesuatu yang harus kita nyatakan sebagaimana hadits Nabi Saw:
Aku ridha kepada Allah sebagai Tuhan, Islam sebagai agama dan Muhammad sebagai Nabi dan Rasul (HR. Bukhari, Muslim, Abu Daud, Tirmidzi, Nasa’I dan Ibnu Majah).
2.      Mencintai dan Memuliakan Rasul
            Keharusan yang harus kita tunjukkan dalam akhlak yang baik kepada Rasul adalah mencintai beliau setelah kecintaan kita kepada Allah Swt. Penegasan bahwa urutan kecintaan kepada Rasul setelah kecintaan kepada Allah disebutkan dalam firman Allah yang artinya:
Katakanlah, jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, keluarga, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dasn (dari) berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik (QS 9:24).
Disamping itu, manakala seseorang yang telah mengaku beriman tapi lebih mencintai yang lain selain Allah dan Rasul-Nya, maka Rasulullah Saw tidak mau mengakuinya sebagai orang yang beriman, beliau bersabda:
Tidak beriman seseorang diantara kamu sebelum aku lebih dicintainya daripada dirinya sendiri, orang tuanya, anaknya dan semua manusia (HR. Bukhari, Muslim dan Nasa’i).
3.      Mengikuti dan Mentaati Rasul
            Mengikuti dan mentaati Rasul merupakan sesuatu yang bersifat mutlak bagi orang-orang yang beriman. Karena itu, hal ini menjadi salah satu bagian penting dari akhlak kepada Rasul, bahkan Allah Swt akan menempatkan orang yang mentaati Allah dan Rasul ke dalam derajat yang tinggi dan mulia, hal ini terdapat dalam firman Allah yang artinya: Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul, mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu Nabi-nabi, orang-orang yang benar, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang shaleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya (QS 4:69).
Disamping itu, manakala kita telah mengikuti dan mentaati Rasul Saw, Allah Swt akan mencintai kita yang membuat kita begitu mudah mendapatkan ampunan dari Allah manakala kita melakukan kesalahan, Allah berfirman yang artinya: Katakanlah: “jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah akan mencintai kamu dan mengampuni dosa-dosamu”. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (QS 3:31)
Oleh karena itu, dengan izin Allah Swt, Rasulullah Saw diutus memang untuk ditaati, Allah Swt berfirman yang artinya: Dan Kami tidak mengutus seorang rasul, melainkan untuk ditaati dengan izin Allah (QS 4:64).
Manakala manusia telah menunjukkan akhlaknya yang mulia kepada Rasul dengan mentaatinya, maka ketaatan itu berarti telah disamakan dengan ketaatan kepada Allah Swt. Dengan demikian, ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya menjadi seperti dua sisi mata uang yang tidak boleh dan tidak bisa dipisah-pisahkan. Allah berfirman yang artinya: Barangsiapa mentaati rasul, sesungguhnya ia telah mentaati Allah. Dan barangsiapa yang berpaling (dari ketaatan itu), maka Kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka (QS 4:80).
4.      Mengucapkan Shawalat dan Salam Kepada Rasul
            Secara harfiyah, shalawat berasal dari kata ash shalah yang berarti do’a, istighfar dan rahmah. Kalau Allah bershalawat kepada Nabi, itu berarti Allah memberi ampunan dan rahmat kepada Nabi, inilah salah satu makna dari firman Allah yang artinya: Sesungguhnya Allah dan para Malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan Ucapkanlah salam penghormatan kepadanya (QS 33:56).
Adapun, bila kita bershalawat kepada Nabi hal itu justeru akan membawa keberuntungan bagi kita sendiri, hal ini disabdakan oleh Rasul Saw:
Barangsiapa bershalawat untukku satu kali, maka dengan shalawatnya itu Allah akan bershalawat kepadanya sepuluh kali (HR. Ahmad).
Manakala seseorang telah menunjukkan akhlaknya kepada Nabi dengan banyak mengucapkan shalawat, maka orang tersebut akan dinyatakan oleh Rasul Saw sebagai orang yang paling utama kepadanya pada hari kiamat, beliau bersabda:
Sesungguhnya orang yang paling utama kepadaku nanti pada hari kiamat adalah siapa yang paling banyak bershalawat kepadaku (HR. Tirmidzi).
Adapun orang yang tidak mau bershalawat kepada Rasul dianggap sebagai orang yang kikir atau bakhil, hal ini dinyatakan oleh Rasul Saw:
Yang benar-benar bakhil adalah orang yang ketika disebut namaku dihadapannya, ia tidak mengucapkan shalawat kepadaku (HR. Tirmidzi dan Ahmad).
5.      Menghidupkan Sunnah Rasul
            Kepada umatnya, Rasulullah Saw tidak mewariskan harta yang banyak, tapi yang beliau wariskan adalah Al-Qur’an dan sunnah, karena itu kaum muslimin yang berakhlak baik kepadanya akan selalu berpegang teguh kepada Al-Qur’an dan sunnah (hadits) agar tidak sesat, beliau bersabda:
Aku tinggalkan kepadamu dua pusaka, kamu tidak akan tersesat selamanya bila berpegang teguh kepada keduanya, yaitu kitab Allah dan sunnahku (HR. Hakim).
Selain itu, Rasul Saw juga mengingatkan umatnya agar waspada terhadap bid’ah dengan segala bahayanya, beliau bersabda:
Sesungguhnya, siapa yang hidup sesudahku, akan terjadi banyak pertentangan. Oleh karena itu,. Kamu semua agar berpegang teguh kepada sunnahku dan sunnah para penggantiku. Berpegang teguhlah kepada petunjuk-petunjuk tersebut dan waspadalah kamu kepada sesuatu yang baru, karena setiap yang baru itu bid’ah dan setiap bid’ah itu sesat, dan setiap kesesatan itu di neraka (HR. Ahmad, Abu Daud, Ibnu Majah, Hakim, Baihaki dan Tirmidzi).
Dengan demikian, menghidupkan sunnah Rasul menjadi sesuatu yang amat penting sehingga begitu ditekankan oleh Rasulullah Saw.

6.      Menghormati Pewaris Rasul
            Berakhlak baik kepada Rasul Saw juga berarti harus menghormati para pewarisnya, yakni para ulama yang konsisten dalam berpegang teguh kepada nilai-nilai Islam, yakni yang takut kepada Allah Swt dengan sebab ilmu yang dimilikinya.
Sesungguhnya yang takut kepada Allah diantara hamba-hamba-Nya hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun (QS 35:28).
Kedudukan ulama sebagai pewaris Nabi dinyatakan oleh Rasulullah Saw:
Dan sesungguhnya ulama adalah pewaris Nabi. Sesungguhnya Nabi tidak tidak mewariskan uang dinar atau dirham, sesungguhnya Nabi hanya mewariskan ilmui kepada mereka, maka barangsiapa yang telah mendapatkannya berarti telah mengambil mbagian yang besar (HR. Abu Daud dan Tirmidzi).
Karena ulama disebut pewaris Nabi, maka orang yang disebut ulama seharusnya tidak hanya memahami tentang seluk beluk agama Islam, tapi juga memiliki sikap dan kepribadian sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Nabi dan ulama seperti inilah yang harus kita hormati. Adapun orang yang dianggap ulama karena pengetahuan agamanya yang luas, tapi tidak mencerminkan pribadi Nabi, maka orang seperti itu bukanlah ulama yang berarti tidak ada kewajiban kita untuk menghormatinya.
7.      Melanjutkan Misi Rasul
            Misi Rasul adalah menyebarluaskan dan menegakkan nilai-nilai Islam. Tugas yang mulia ini harus dilanjutkan oleh kaum muslimin, karena Rasul telah wafat dan Allah tidak akan mengutus lagi seorang Rasul. Meskipun demikian, menyampaikan nilai-nilai harus dengan kehati-hatian agar kita tidak menyampaikan sesuatu yang sebenarnya tidak ada dari Rasulullah Saw. Keharusan kita melanjutkan misi Rasul ini ditegaskan oleh Rasul Saw:
Sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat, dan berceritalah tentang Bani Israil tidak ada larangan. Barangsiapa berdusta atas (nama) ku dengan sengaja, maka hendaklah ia mempersiapkan tempat duduknya di neraka (HR. Ahmad, Bukhari dan Tirmidzi dari Ibnu Umar).
Demikian beberapa hal yang harus kita tunjukkan agar kita termasuk orang yang memiliki akhlak yang baik kepada Nabi Muhammad Saw.

C.     Akhlak kepada sesama manusia
1.                  Akhlak terhadap Orang tua
      Peranan orang tua dalam kehidupan seorang anak
Tidak dapat dipungkiri, bahwa manusia lahir ke dunia ini adalah melalui ibu-bapak.Susah dan payah dialami oleh ibu dan bapak untuk memelihara anaknya, baik ketika masih dalam kandungan, maupun setelah lahir ke dunia.Pertama-tama ibu harus mengandung kita selama kurang lebih 9 bulan.Selama dalam kandungan, ibu menanggung kepayahan, keletikan dan kesakitan. Ibu-bapak kita benar-benar berjasa, dan jasanya tidak bias dibeli sama sekali dan tak dapat diukur oleh apapun juga. Merekalah yang mengusahakan agar kita dapat makan dan membelikan pakaian untuk kita. Selanjutnya kita dimasukkan ke lembaga pendidikan, mulai dari sekolah pendidikan dasar sampai menengah dan mungkin sampai ke perguruan tinggi, agar kita berakhlak baik, teguh mengamalkan ajaran-ajaran agama dan mempunyai masa depan yang gemilang.
2.                  Akhlak terhadap Saudara
Peranan Saudara dalam kehidupan sehari-hari
Peranan saudara dalam kehidupan kita sangatlah penting, karena pada dasarnya kita adalah makhluk sosial yang senantiasa saling bantu-membantu dalam menempuh kehidupannya, terutama saudaranya yang terdekat.
Oleh karena itu, saudara masih ada hubungan darah dengan kita, maka merekalah yang paling pertama kita minta bantuannya.Lebih-lebih bila kita sedang mendapat musibah atau bencana lainnya, misalnya sakit, kecurian dan sebagainya. Karena itu, hubungan antara saudara dengan saudara haruslah dipelihara dengan sebaik-baiknya, jangan sampai retak, jangan sampai timbul hal-hal yang menyebabkan tali silaturahmi terputus, apalagi kalau sampai timbul perpecahan atau permusuhan dan percekcokan satu sama lain.

3.                  Akhlak terhadap Tetangga
            Kita hidup ditengah-tengah masyarakat, laksana ikan dengan air.Harus saling menghidupi dan menjernihkan. Tidak boleh sombong kepada orang lain, terutama dengan kerabat dan tetangga. Mereka ini adalah saudara kita yang paling dekat dan cepat menolong dikala kita mendapat musibah atau malapetaka.Meskipun mempunyai family sekian banyak dan terkemuka, tetapi tak mustahil tempat tinggalnya berjauhan.
Oleh karena itu, dikala kita mendapat musibah seperti sakit, meninggal dunia, atau kesusahan-kesusahan lainnya, maka yang paling duluan tampil datang adalah tetangga kita.Karena itu berlakulah kepadanya secara baik menurut tuntunan agama.
Akhlak terhadap Sesama Muslim
            Diantara sesama muslim yang lain adalah bersaudara. Oleh sebab itu, kita harus bersikap baik terhadap sesama muslim. Mereka itu bagaikan satu anggota badan, bilamana yang satu sakit atau ditimpa musibah, maka yang lain ikut merasakannya. Misalnya, kalau gigi seorang sakit, maka anggota badan yang lainnya ikut pula merasakannya. Demikian pula umat Islam, kalau ada salah seorang dari umat Islam ditimpa malapetaka, maka yang lain harus ikut merasakannya. Hal ini dapat dilakukan dengan cara bergotong royong dalam meringankan bebannya.
4.                  Akhlak terhadap Kaum Lemah
            Kaum lemah adalah orang-orang yang belum memiliki kemampuan dalam segala hal atau bidang tertentu.Tidak memiliki kemampuan ini biasanya menjadi penghambat untuk mencapai keinginannya (cita-citanya).Sebagai contoh yang termasuk orang-orang lemah misalnya, orang bodoh (tak berilmu pengetahuan), orang miskin (tak berharta), dan sebagainya. Ajaran Islam telah menegaskan, bahwa siapa yang menolong orang lemah, niscaya Allah akan memberikan pertolongan. Sebaliknya mereka yang tidak mau menolong kaum lemah, niscaya Allah tidak menyukainya. Pertolongan itu tidaklah hanya dilakukan terhadap sesama pemeluk agama Islam belaka, tetapi setiap pemeluk agama Islam harus pula melakukan pertolongan kepada sesama umat manusia, sekali pun lain agama.Bukankah agama Islam memerintahkan agar kita tetap berbakti kepada orang tua, sekali pun kedua-duanya berlainan agama dengan kita, juga memerintahkan kepada kita agar tetap berbuat baik kepada tetangga, sekali pun mereka itu orang-orang yang musyrik.Demikian pula terhadap seluruh umat manusia, baik Islam maupun bukan, kita harus selalu berakhlak baik kepada mereka, harus berkata dengan perkataan yang bagus dan harus memperlakukan mereka dengan layak.

          D. Akhlak kepada binatang
1.      Memelihara dan Menyantuni Binatang
Allah Swt. menciptakan binatang untuk kepentingan manusia dan juga menunjukkan kekuasaan-Nya, sebagaimana firman Allah Swt. di dalam Q.S. al-Nur[24]: 45, yang terjemahnya:
“Dan Allah telah menciptakan semua jenis hewan dari air, Maka sebagian dari hewan itu ada yang berjalan di atas perutnya dan sebagian berjalan dengan dua kaki sedang sebagian (yang lain) berjalan dengan empat kaki. Allah menciptakan apa yang dikehendaki-Nya, Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu”.
            Betapa banyaknya binatang telah dimanfaatkan oleh manusia, ada yang dimanfaatkan tenaganya, air susunya, madunya, dagingnya dan sebagianya. Oleh sebab itu, tepatlah apabila kita disuruh untuk memlihara dan menyayangi binatang tersebut sampai-sampai apabila hendak menyembelih binatang ternak kita disuruh untuk menggunakan pisau yang sangat tajam supaya binatang ternak itu tidak lama mersakana sakitnya.
Akhlak ini terbagi menjadi dua pengertian:
Syafaqah
            Yaitu perasaan halus dan rasa belas kasih untuk berbuat baik kepada sesama makhluk Allah Swt. Sesungguhnya tiap-tiap pertolongan seseorang terhadap hewan yang berjiwa itu dapat pahala, walaupun ia seekor anjing yang hina. Jika kita menunggangi kuda atau binatang lainnya, kita wajib memberinya hak istirahat dan dilarang menyiksanya. Dalam menyembelih binatang kita diperintahkan untuk menajamkan pisaunya. Jika ada binatang yang berbahaya maka jika ingin dibunuh maka harus langsung dibunuh tidak boleh disiksa.

a). Himayah (Pemeliharaan
            Allah Swt. tidak melarang untuk memelihara binatang untuk memperoleh manfaatnya. Allah Swt. menerangkan dalam al-Quran bahwa hewan-hewan itu dijadikan-Nya untuk menjadi kesenangan dan i’tibar bagi manusia
b). Akhlak Islam Pada Binatang
            Rasulallah Saw. bersabda: “Ya Abu Hurairah, sayangilah semua makhluk Allah, maka Allah akan menyayangimu dan menjagamu dari neraka pada hari kiamat” Aku bertanya, “Ya Rasulallah, aku pernah menyelamatkan seekor lalat yang jatuh ke air”. Jawab Rasulallah, “Allah mencintaimu. Allah mencintaimu. Allah mencintaimu”. (Nasihat Rasulullah Saw. pada Abu Hurairah).
            Suatu hari, Rasulallah Saw. berkisah kepada para sahabat yang tengah bukumpul. Ia mengisahkan tentang seorang laki-laki dari kalangan Bani Israil tengah berjalan di bawah terik matahari, dengan rasa-rasa haus yang amat sangat. Ketika ia melihat ada sebuah sumur, maka ia segera turun dan mengambil airnya untuk diminum. Setelah hausnya terpuaskan dan laki-laki itu hendak meninggalkan tempat itu, ia melihat seekor anjing yang sedang kehausan. Anjing ini menjilat-jilat pasir karena hausnya. Dalam hatinya, laki-laki ini mengatakan,”Anjing ini menderita kehausan, sebagaimana aku”. Akhirnya, ia kembali turun ke sumur dan memenuhi sepatu kulitnya dengan air, dan
diberikanlah kepada binatang malang itu. Rasulullah Saw. setelah membawakan kisah ini bersabda, “Maka Allah memujinya dan mengampuninya”.
Mendengar kisah tersebut, para sahabat bertanya,”Wahai Rasulullah, apakah benar-benar kami memperoleh pahala karena binatang?” Rasulullah pun menjawab, ”Di setiap hati yang lembab ada shadaqah.”
‘Hati yang lembab’ adalah perumpamaan terhadap makhluk hidup apapun. Makhluk yang mati, hati dan badannya mengering. Sebab itulah, Imam An Nawawi menyimpulkan dari kisah di atas bahwa berbuat baik kepada binatang hidup, baik memberi minum atau lainnya merupakan sebuah bentuk shadaqah. Jelas, dari keterangan di atas, Islam amat memuliakan binatang. Memenuhi kebutuhan binatang pula dihitung sebagai sebuah shadaqah, sebagaimana juga memberi kepada manusia, karena kedua-duanya ‘berhati lembab’. Hal yang sama disebutkan Rasulullah, “Seorang Muslim tidak menanam tanaman, hingga memakan dari tanaman itu manusia, binatang atau burung, kecuali merupakan shadaqah baginya, hingga datang hari kiamat”. (Riwayat Muslim).








BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN

            Aqidah menurut istilah adalah urusan-urusan yang harus dibenarkan oleh hati dan diterima dengan rasa puas serta terhujam kuat dalam lubuk jiwa yang tidak dapat digoncangkan oleh badai subhat (keragu-raguan). Dalam definisi yang lain disebutkan bahwa aqidah adalah sesuatu yang mengharapkan hati membenarkannya, yang membuat jiwa tenang tentram kepadanya dan yang menjadi kepercayaan yang bersih dari kebimbangan dan keraguan.
            Jadi, akhlak merupakan sikap yang telah melekat pada diri seseorang dan secara spontan diwujudkan dalam tingkah laku atau perbuatan. Jika tindakan spontan itu baik menurut pandangan akal dan agama, maka disebut akhlak yang baik atau akhlaqul karimah, atau akhlak mahmudah. Akan tetapi apabila tindakan spontan itu berupa perbuatan-perbuatan yang jelek, maka disebut akhlak tercela atau akhlakul madzmumah.