Jumat, 17 Januari 2014

Pembelajaran Aqidah Akhlak



BAB I
PENDAHULUAN
I.       Latar Belakang Masalah
      Menurut bahasa, kata aqidah berasal dari bahasa Arab yaitu [عَقَدَ-يَعْقِدُ-عَقْدً] artinya adalah mengikat atau mengadakan perjanjian. Sedangkan Aqidah menurut istilah adalah urusan-urusan yang harus dibenarkan oleh hati dan diterima dengan rasa puas serta terhujam kuat dalam lubuk jiwa yang tidak dapat digoncangkan oleh badai subhat (keragu-raguan). Dalam definisi yang lain disebutkan bahwa aqidah adalah sesuatu yang mengharapkan hati membenarkannya, yang membuat jiwa tenang tentram kepadanya dan yang menjadi kepercayaan yang bersih dari kebimbangan dan keraguan. Berdasarkan pengertian-pengertian di atas dapat dirumuskan bahwa aqidah adalah dasar-dasar pokok kepercayaan atau keyakinan hati seorang muslim yang bersumber dari ajaran Islam yang wajib dipegangi oleh setiap muslim sebagai sumber keyakinan yang mengikat. Sementara kata “akhlak” juga berasal dari bahasa Arab, yaitu [خلق] jamaknya [أخلاق] yang artinya tingkah laku, perangai tabi’at, watak, moral atau budi pekerti. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, akhlak dapat diartikan budi pekerti, kelakuan. Jadi, akhlak merupakan sikap yang telah melekat pada diri seseorang dan secara spontan diwujudkan dalam tingkah laku atau perbuatan. Jika tindakan spontan itu baik menurut pandangan akal dan agama, maka disebut akhlak yang baik atau akhlaqul karimah, atau akhlak mahmudah. Akan tetapi apabila tindakan spontan itu berupa perbuatan-perbuatan yang jelek, maka disebut akhlak tercela atau akhlakul madzmumah.

II.     Tujuan Penulisan
      Untuk mengetahui akhlak kita sebagai manusia dalam bertingkah laku kepada Allah, Rasulullah, dan kepada binatang.


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Akhlak kepada Allah
            Akhlak kepada Allah dapat diartikan sebagai sikap atau perbuatan yang seharusnya dilakukan oleh manusia sebagai makhluk, kepada Tuhan sebagai khalik. Dan sebagai titik tolak akhlak kepada Allah adalah pengakuan dan kesadaran bahwa tiada Tuhan melainkan Allah. Dia memiliki sifat-sifat terpuji; demikian agung sifat itu, jangankan manusia, malaikat pun tidak akan mampu menjangkaunya (Quraish Shihab).
            Alasan mengapa manusia perlu beakhlak kepada Allah:

           Allah-lah yang mencipatakan manusia. Dia yang menciptakan manusia dari air yang ditumpahkan keluar dari tulang punggung dan tulang rusuk hal ini sebagai mana di firmankan oleh Allah dalam surat at-Thariq ayat 5-7. sebagai berikut :

فلينظرالانسان مم خلق خلق من ماء دافق يخرج من بين الصلب والترائب
)الطار ق : 0-٧(

Artinya :
            Maka hendaklah manusia memperhatikan dari apakah dia diciptakan?,
Dia tercipta dari air yang terpancar,
yang terpancar dari tulang sulbi dan tulang dada. (At-Tariq:5-7)






B.     Akhlak Kepada Rasul
            Disamping akhlak kepada Allah Swt, sebagai muslim kita juga harus berakhlak kepada Rasulullah Saw, meskipun beliau sudah wafat dan kita tidak berjumpa dengannya, namun keimanan kita kepadanya membuat kita harus berakhlak baik kepadanya, sebagaimana keimanan kita kepada Allah Swt membuat kita harus berakhlak baik kepada-Nya. Meskipun demikian, akhlak baik kepada Rasul pada masa sekarang tidak bisa kita wujudkan dalam bentuk lahiriyah atau jasmaniyah secara langsung sebagaimana para sahabat telah melakukannya. Berikut ini penulis memberikan gambaran tentang macam-macam Akhlak kepada Rasul.

1.      Ridha Dalam Beriman Kepada Rasul
            Iman kepada Rasul Saw merupakan salah satu bagian dari rukun iman. Keimanan akan terasa menjadi nikmat dan lezat manakala kita memiliki rasa ridha dalam keimanan sehingga membuktikan konsekuensi iman merupakan sesuatu yang menjadi kebutuhan. Karenanya membuktikan keimanan dengan amal yang shaleh merupakan bukan suatu beban yang memberatkan, begitulah memang bila sudah ridha. Ridha dalam beriman kepada Rasul inilah sesuatu yang harus kita nyatakan sebagaimana hadits Nabi Saw:
Aku ridha kepada Allah sebagai Tuhan, Islam sebagai agama dan Muhammad sebagai Nabi dan Rasul (HR. Bukhari, Muslim, Abu Daud, Tirmidzi, Nasa’I dan Ibnu Majah).
2.      Mencintai dan Memuliakan Rasul
            Keharusan yang harus kita tunjukkan dalam akhlak yang baik kepada Rasul adalah mencintai beliau setelah kecintaan kita kepada Allah Swt. Penegasan bahwa urutan kecintaan kepada Rasul setelah kecintaan kepada Allah disebutkan dalam firman Allah yang artinya:
Katakanlah, jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, keluarga, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dasn (dari) berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik (QS 9:24).
Disamping itu, manakala seseorang yang telah mengaku beriman tapi lebih mencintai yang lain selain Allah dan Rasul-Nya, maka Rasulullah Saw tidak mau mengakuinya sebagai orang yang beriman, beliau bersabda:
Tidak beriman seseorang diantara kamu sebelum aku lebih dicintainya daripada dirinya sendiri, orang tuanya, anaknya dan semua manusia (HR. Bukhari, Muslim dan Nasa’i).
3.      Mengikuti dan Mentaati Rasul
            Mengikuti dan mentaati Rasul merupakan sesuatu yang bersifat mutlak bagi orang-orang yang beriman. Karena itu, hal ini menjadi salah satu bagian penting dari akhlak kepada Rasul, bahkan Allah Swt akan menempatkan orang yang mentaati Allah dan Rasul ke dalam derajat yang tinggi dan mulia, hal ini terdapat dalam firman Allah yang artinya: Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul, mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu Nabi-nabi, orang-orang yang benar, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang shaleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya (QS 4:69).
Disamping itu, manakala kita telah mengikuti dan mentaati Rasul Saw, Allah Swt akan mencintai kita yang membuat kita begitu mudah mendapatkan ampunan dari Allah manakala kita melakukan kesalahan, Allah berfirman yang artinya: Katakanlah: “jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah akan mencintai kamu dan mengampuni dosa-dosamu”. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (QS 3:31)
Oleh karena itu, dengan izin Allah Swt, Rasulullah Saw diutus memang untuk ditaati, Allah Swt berfirman yang artinya: Dan Kami tidak mengutus seorang rasul, melainkan untuk ditaati dengan izin Allah (QS 4:64).
Manakala manusia telah menunjukkan akhlaknya yang mulia kepada Rasul dengan mentaatinya, maka ketaatan itu berarti telah disamakan dengan ketaatan kepada Allah Swt. Dengan demikian, ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya menjadi seperti dua sisi mata uang yang tidak boleh dan tidak bisa dipisah-pisahkan. Allah berfirman yang artinya: Barangsiapa mentaati rasul, sesungguhnya ia telah mentaati Allah. Dan barangsiapa yang berpaling (dari ketaatan itu), maka Kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka (QS 4:80).
4.      Mengucapkan Shawalat dan Salam Kepada Rasul
            Secara harfiyah, shalawat berasal dari kata ash shalah yang berarti do’a, istighfar dan rahmah. Kalau Allah bershalawat kepada Nabi, itu berarti Allah memberi ampunan dan rahmat kepada Nabi, inilah salah satu makna dari firman Allah yang artinya: Sesungguhnya Allah dan para Malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan Ucapkanlah salam penghormatan kepadanya (QS 33:56).
Adapun, bila kita bershalawat kepada Nabi hal itu justeru akan membawa keberuntungan bagi kita sendiri, hal ini disabdakan oleh Rasul Saw:
Barangsiapa bershalawat untukku satu kali, maka dengan shalawatnya itu Allah akan bershalawat kepadanya sepuluh kali (HR. Ahmad).
Manakala seseorang telah menunjukkan akhlaknya kepada Nabi dengan banyak mengucapkan shalawat, maka orang tersebut akan dinyatakan oleh Rasul Saw sebagai orang yang paling utama kepadanya pada hari kiamat, beliau bersabda:
Sesungguhnya orang yang paling utama kepadaku nanti pada hari kiamat adalah siapa yang paling banyak bershalawat kepadaku (HR. Tirmidzi).
Adapun orang yang tidak mau bershalawat kepada Rasul dianggap sebagai orang yang kikir atau bakhil, hal ini dinyatakan oleh Rasul Saw:
Yang benar-benar bakhil adalah orang yang ketika disebut namaku dihadapannya, ia tidak mengucapkan shalawat kepadaku (HR. Tirmidzi dan Ahmad).
5.      Menghidupkan Sunnah Rasul
            Kepada umatnya, Rasulullah Saw tidak mewariskan harta yang banyak, tapi yang beliau wariskan adalah Al-Qur’an dan sunnah, karena itu kaum muslimin yang berakhlak baik kepadanya akan selalu berpegang teguh kepada Al-Qur’an dan sunnah (hadits) agar tidak sesat, beliau bersabda:
Aku tinggalkan kepadamu dua pusaka, kamu tidak akan tersesat selamanya bila berpegang teguh kepada keduanya, yaitu kitab Allah dan sunnahku (HR. Hakim).
Selain itu, Rasul Saw juga mengingatkan umatnya agar waspada terhadap bid’ah dengan segala bahayanya, beliau bersabda:
Sesungguhnya, siapa yang hidup sesudahku, akan terjadi banyak pertentangan. Oleh karena itu,. Kamu semua agar berpegang teguh kepada sunnahku dan sunnah para penggantiku. Berpegang teguhlah kepada petunjuk-petunjuk tersebut dan waspadalah kamu kepada sesuatu yang baru, karena setiap yang baru itu bid’ah dan setiap bid’ah itu sesat, dan setiap kesesatan itu di neraka (HR. Ahmad, Abu Daud, Ibnu Majah, Hakim, Baihaki dan Tirmidzi).
Dengan demikian, menghidupkan sunnah Rasul menjadi sesuatu yang amat penting sehingga begitu ditekankan oleh Rasulullah Saw.

6.      Menghormati Pewaris Rasul
            Berakhlak baik kepada Rasul Saw juga berarti harus menghormati para pewarisnya, yakni para ulama yang konsisten dalam berpegang teguh kepada nilai-nilai Islam, yakni yang takut kepada Allah Swt dengan sebab ilmu yang dimilikinya.
Sesungguhnya yang takut kepada Allah diantara hamba-hamba-Nya hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun (QS 35:28).
Kedudukan ulama sebagai pewaris Nabi dinyatakan oleh Rasulullah Saw:
Dan sesungguhnya ulama adalah pewaris Nabi. Sesungguhnya Nabi tidak tidak mewariskan uang dinar atau dirham, sesungguhnya Nabi hanya mewariskan ilmui kepada mereka, maka barangsiapa yang telah mendapatkannya berarti telah mengambil mbagian yang besar (HR. Abu Daud dan Tirmidzi).
Karena ulama disebut pewaris Nabi, maka orang yang disebut ulama seharusnya tidak hanya memahami tentang seluk beluk agama Islam, tapi juga memiliki sikap dan kepribadian sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Nabi dan ulama seperti inilah yang harus kita hormati. Adapun orang yang dianggap ulama karena pengetahuan agamanya yang luas, tapi tidak mencerminkan pribadi Nabi, maka orang seperti itu bukanlah ulama yang berarti tidak ada kewajiban kita untuk menghormatinya.
7.      Melanjutkan Misi Rasul
            Misi Rasul adalah menyebarluaskan dan menegakkan nilai-nilai Islam. Tugas yang mulia ini harus dilanjutkan oleh kaum muslimin, karena Rasul telah wafat dan Allah tidak akan mengutus lagi seorang Rasul. Meskipun demikian, menyampaikan nilai-nilai harus dengan kehati-hatian agar kita tidak menyampaikan sesuatu yang sebenarnya tidak ada dari Rasulullah Saw. Keharusan kita melanjutkan misi Rasul ini ditegaskan oleh Rasul Saw:
Sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat, dan berceritalah tentang Bani Israil tidak ada larangan. Barangsiapa berdusta atas (nama) ku dengan sengaja, maka hendaklah ia mempersiapkan tempat duduknya di neraka (HR. Ahmad, Bukhari dan Tirmidzi dari Ibnu Umar).
Demikian beberapa hal yang harus kita tunjukkan agar kita termasuk orang yang memiliki akhlak yang baik kepada Nabi Muhammad Saw.

C.     Akhlak kepada sesama manusia
1.                  Akhlak terhadap Orang tua
      Peranan orang tua dalam kehidupan seorang anak
Tidak dapat dipungkiri, bahwa manusia lahir ke dunia ini adalah melalui ibu-bapak.Susah dan payah dialami oleh ibu dan bapak untuk memelihara anaknya, baik ketika masih dalam kandungan, maupun setelah lahir ke dunia.Pertama-tama ibu harus mengandung kita selama kurang lebih 9 bulan.Selama dalam kandungan, ibu menanggung kepayahan, keletikan dan kesakitan. Ibu-bapak kita benar-benar berjasa, dan jasanya tidak bias dibeli sama sekali dan tak dapat diukur oleh apapun juga. Merekalah yang mengusahakan agar kita dapat makan dan membelikan pakaian untuk kita. Selanjutnya kita dimasukkan ke lembaga pendidikan, mulai dari sekolah pendidikan dasar sampai menengah dan mungkin sampai ke perguruan tinggi, agar kita berakhlak baik, teguh mengamalkan ajaran-ajaran agama dan mempunyai masa depan yang gemilang.
2.                  Akhlak terhadap Saudara
Peranan Saudara dalam kehidupan sehari-hari
Peranan saudara dalam kehidupan kita sangatlah penting, karena pada dasarnya kita adalah makhluk sosial yang senantiasa saling bantu-membantu dalam menempuh kehidupannya, terutama saudaranya yang terdekat.
Oleh karena itu, saudara masih ada hubungan darah dengan kita, maka merekalah yang paling pertama kita minta bantuannya.Lebih-lebih bila kita sedang mendapat musibah atau bencana lainnya, misalnya sakit, kecurian dan sebagainya. Karena itu, hubungan antara saudara dengan saudara haruslah dipelihara dengan sebaik-baiknya, jangan sampai retak, jangan sampai timbul hal-hal yang menyebabkan tali silaturahmi terputus, apalagi kalau sampai timbul perpecahan atau permusuhan dan percekcokan satu sama lain.

3.                  Akhlak terhadap Tetangga
            Kita hidup ditengah-tengah masyarakat, laksana ikan dengan air.Harus saling menghidupi dan menjernihkan. Tidak boleh sombong kepada orang lain, terutama dengan kerabat dan tetangga. Mereka ini adalah saudara kita yang paling dekat dan cepat menolong dikala kita mendapat musibah atau malapetaka.Meskipun mempunyai family sekian banyak dan terkemuka, tetapi tak mustahil tempat tinggalnya berjauhan.
Oleh karena itu, dikala kita mendapat musibah seperti sakit, meninggal dunia, atau kesusahan-kesusahan lainnya, maka yang paling duluan tampil datang adalah tetangga kita.Karena itu berlakulah kepadanya secara baik menurut tuntunan agama.
Akhlak terhadap Sesama Muslim
            Diantara sesama muslim yang lain adalah bersaudara. Oleh sebab itu, kita harus bersikap baik terhadap sesama muslim. Mereka itu bagaikan satu anggota badan, bilamana yang satu sakit atau ditimpa musibah, maka yang lain ikut merasakannya. Misalnya, kalau gigi seorang sakit, maka anggota badan yang lainnya ikut pula merasakannya. Demikian pula umat Islam, kalau ada salah seorang dari umat Islam ditimpa malapetaka, maka yang lain harus ikut merasakannya. Hal ini dapat dilakukan dengan cara bergotong royong dalam meringankan bebannya.
4.                  Akhlak terhadap Kaum Lemah
            Kaum lemah adalah orang-orang yang belum memiliki kemampuan dalam segala hal atau bidang tertentu.Tidak memiliki kemampuan ini biasanya menjadi penghambat untuk mencapai keinginannya (cita-citanya).Sebagai contoh yang termasuk orang-orang lemah misalnya, orang bodoh (tak berilmu pengetahuan), orang miskin (tak berharta), dan sebagainya. Ajaran Islam telah menegaskan, bahwa siapa yang menolong orang lemah, niscaya Allah akan memberikan pertolongan. Sebaliknya mereka yang tidak mau menolong kaum lemah, niscaya Allah tidak menyukainya. Pertolongan itu tidaklah hanya dilakukan terhadap sesama pemeluk agama Islam belaka, tetapi setiap pemeluk agama Islam harus pula melakukan pertolongan kepada sesama umat manusia, sekali pun lain agama.Bukankah agama Islam memerintahkan agar kita tetap berbakti kepada orang tua, sekali pun kedua-duanya berlainan agama dengan kita, juga memerintahkan kepada kita agar tetap berbuat baik kepada tetangga, sekali pun mereka itu orang-orang yang musyrik.Demikian pula terhadap seluruh umat manusia, baik Islam maupun bukan, kita harus selalu berakhlak baik kepada mereka, harus berkata dengan perkataan yang bagus dan harus memperlakukan mereka dengan layak.

          D. Akhlak kepada binatang
1.      Memelihara dan Menyantuni Binatang
Allah Swt. menciptakan binatang untuk kepentingan manusia dan juga menunjukkan kekuasaan-Nya, sebagaimana firman Allah Swt. di dalam Q.S. al-Nur[24]: 45, yang terjemahnya:
“Dan Allah telah menciptakan semua jenis hewan dari air, Maka sebagian dari hewan itu ada yang berjalan di atas perutnya dan sebagian berjalan dengan dua kaki sedang sebagian (yang lain) berjalan dengan empat kaki. Allah menciptakan apa yang dikehendaki-Nya, Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu”.
            Betapa banyaknya binatang telah dimanfaatkan oleh manusia, ada yang dimanfaatkan tenaganya, air susunya, madunya, dagingnya dan sebagianya. Oleh sebab itu, tepatlah apabila kita disuruh untuk memlihara dan menyayangi binatang tersebut sampai-sampai apabila hendak menyembelih binatang ternak kita disuruh untuk menggunakan pisau yang sangat tajam supaya binatang ternak itu tidak lama mersakana sakitnya.
Akhlak ini terbagi menjadi dua pengertian:
Syafaqah
            Yaitu perasaan halus dan rasa belas kasih untuk berbuat baik kepada sesama makhluk Allah Swt. Sesungguhnya tiap-tiap pertolongan seseorang terhadap hewan yang berjiwa itu dapat pahala, walaupun ia seekor anjing yang hina. Jika kita menunggangi kuda atau binatang lainnya, kita wajib memberinya hak istirahat dan dilarang menyiksanya. Dalam menyembelih binatang kita diperintahkan untuk menajamkan pisaunya. Jika ada binatang yang berbahaya maka jika ingin dibunuh maka harus langsung dibunuh tidak boleh disiksa.

a). Himayah (Pemeliharaan
            Allah Swt. tidak melarang untuk memelihara binatang untuk memperoleh manfaatnya. Allah Swt. menerangkan dalam al-Quran bahwa hewan-hewan itu dijadikan-Nya untuk menjadi kesenangan dan i’tibar bagi manusia
b). Akhlak Islam Pada Binatang
            Rasulallah Saw. bersabda: “Ya Abu Hurairah, sayangilah semua makhluk Allah, maka Allah akan menyayangimu dan menjagamu dari neraka pada hari kiamat” Aku bertanya, “Ya Rasulallah, aku pernah menyelamatkan seekor lalat yang jatuh ke air”. Jawab Rasulallah, “Allah mencintaimu. Allah mencintaimu. Allah mencintaimu”. (Nasihat Rasulullah Saw. pada Abu Hurairah).
            Suatu hari, Rasulallah Saw. berkisah kepada para sahabat yang tengah bukumpul. Ia mengisahkan tentang seorang laki-laki dari kalangan Bani Israil tengah berjalan di bawah terik matahari, dengan rasa-rasa haus yang amat sangat. Ketika ia melihat ada sebuah sumur, maka ia segera turun dan mengambil airnya untuk diminum. Setelah hausnya terpuaskan dan laki-laki itu hendak meninggalkan tempat itu, ia melihat seekor anjing yang sedang kehausan. Anjing ini menjilat-jilat pasir karena hausnya. Dalam hatinya, laki-laki ini mengatakan,”Anjing ini menderita kehausan, sebagaimana aku”. Akhirnya, ia kembali turun ke sumur dan memenuhi sepatu kulitnya dengan air, dan
diberikanlah kepada binatang malang itu. Rasulullah Saw. setelah membawakan kisah ini bersabda, “Maka Allah memujinya dan mengampuninya”.
Mendengar kisah tersebut, para sahabat bertanya,”Wahai Rasulullah, apakah benar-benar kami memperoleh pahala karena binatang?” Rasulullah pun menjawab, ”Di setiap hati yang lembab ada shadaqah.”
‘Hati yang lembab’ adalah perumpamaan terhadap makhluk hidup apapun. Makhluk yang mati, hati dan badannya mengering. Sebab itulah, Imam An Nawawi menyimpulkan dari kisah di atas bahwa berbuat baik kepada binatang hidup, baik memberi minum atau lainnya merupakan sebuah bentuk shadaqah. Jelas, dari keterangan di atas, Islam amat memuliakan binatang. Memenuhi kebutuhan binatang pula dihitung sebagai sebuah shadaqah, sebagaimana juga memberi kepada manusia, karena kedua-duanya ‘berhati lembab’. Hal yang sama disebutkan Rasulullah, “Seorang Muslim tidak menanam tanaman, hingga memakan dari tanaman itu manusia, binatang atau burung, kecuali merupakan shadaqah baginya, hingga datang hari kiamat”. (Riwayat Muslim).








BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN

            Aqidah menurut istilah adalah urusan-urusan yang harus dibenarkan oleh hati dan diterima dengan rasa puas serta terhujam kuat dalam lubuk jiwa yang tidak dapat digoncangkan oleh badai subhat (keragu-raguan). Dalam definisi yang lain disebutkan bahwa aqidah adalah sesuatu yang mengharapkan hati membenarkannya, yang membuat jiwa tenang tentram kepadanya dan yang menjadi kepercayaan yang bersih dari kebimbangan dan keraguan.
            Jadi, akhlak merupakan sikap yang telah melekat pada diri seseorang dan secara spontan diwujudkan dalam tingkah laku atau perbuatan. Jika tindakan spontan itu baik menurut pandangan akal dan agama, maka disebut akhlak yang baik atau akhlaqul karimah, atau akhlak mahmudah. Akan tetapi apabila tindakan spontan itu berupa perbuatan-perbuatan yang jelek, maka disebut akhlak tercela atau akhlakul madzmumah.

Selasa, 28 Mei 2013

Teori Belajar Kognitif



TEORI BELAJAR KOGNITIF
Makalah ini diajukan guna memenuhi persyaratan nilai mata kuliah
Teori-teori Belajar
Dosen : Juhji, MPd











Disusun Oleh :


ANDRIANSYAH



SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM
NIDA EL-ADABI
Sekretariat : Jl. Raya Kabasiran Kec. Parungpanjang-Bogor 16360
Telp. (021)5977184
BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Teori pembelajaran merupakan penyedia panduan bagi pengajar untuk membantu siswa didik dalam mengembangkan kognitif, emosional, sosial, fisik, dan spiritual. Panduan-panduan tersebut adalah kejelasan informasi yang mendeskripsikan tujuan, pengetahuan yang diperlukan, dan unjuk kerjaan itu penting. Hal ini adalah untuk mengantisipasi perubahan yang terjadi di dunia pendidikan. Ada dua perubahan yang perlu diantisipasi, yaitu perubahan yang sifatnya sedikit demi sedikit (piecemeal) dan yang bersifat sistemik (systemic). Jadi teori pembelajaran itu penting sebagai suatu dasar pengetahuan yang memandu praktek pendidikan: “bagaimana memfasilitasi belajar” dalam dunia pendidikan yang senantiasa berubah, terlebih dalam cakupan yang sistemik.

Praktek pembelajaran adalah suatu subsistem yang merupakan bagian dari sebuah sistem. Jika dalam sebuah perjalanan, sistemnya berubah, maka subsistemmnya pasti berubah, oleh karena masing-masing kebutuhan subsistem harus memiliki titik temu dengan sistemnya supaya sistem tersebut dapat mendukung subsistem secara berkelanjutan. Jadi perubahan sistemik yang terjadi pada sistem pembelajaran mesti diikuti oleh perubahan sistemik pada subsistem teori pembelajaran. Perubahan teori pembelajaran harus diikuti oleh perubahan paradigma pembelajaran.

Alur berpikir diatas terbangun dari sejarah perkembangan teori pembelajaran. Sebelum para tokoh psikologi membangun dan menemukan teori belajar kognitif, terlebih dahulu sudah terdapat beberapa teori pembelajaran yang telah muncul dan berkembang. Namun teori pembelajaran yang ada saat itu mereka anggap masih kurang sempurna, hingga akhirnya menginspirasikan beberapa tokoh psikologi untuk menyikapi kekurangan-kekurangan dari beberapa teori belajar yang lebih awal yang dianggap masih ada beberapa celah kekurangan, yang diantaranya adalah teori behavioristik. hal ini juga berlaku untuk teori pembelajaran kognitif itu sendiri. Seiring berkembangnya zaman selanjutnya pasti akan ditemukan kekurangan-kekurangan dari teori kognitif ini dalam menjawab tuntutan zaman. Hal tersebut sekaligus memberikan inspirasi bagi tokoh psikologi (di era selanjutnya) untuk mengkonstruksi teori baru yang lebih mampu untuk menjawab tuntutan zaman.





B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian belajar kognitif ?
2.      Apa saja macam-macam teori belajar kogbutif ?
3.      Siapa tokoh-tokoh pada teori belajar kognitif, dan apa pemikirannya ?

C.     Tujuan Penulisan
Sehubungan dengan rumusan masalah diatas, maka tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui apa pengertian belajar kognitif, apa saja macam-macam teori belajar kognitif, dan siapa tokoh dan apa pemikirannya tentang belajar kognitif.




























BAB II
PEMBAHASAN


A.    PENGERTIAN BELAJAR KOGNITIF
Belajar kognitif memandang belajar sebagai proses pemfungsian unsur-unsur kognisi, terutama unsur pikiran, untuk dapat mengenal dan memahami stimulus yang datang dari luar. Aktivitas belajar pada diri manusia ditekankan pada proses internal berfikir, yakni proses pengolahan informasi.
Teori belajar kognitif lebih menekankan pada belajar merupakan suatu proses yang terjadi dalam akal pikiran manusia. Seperti juga diungkapkan oleh Winkel (1996: 53) bahwa “Belajar adalah suatu aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan pemahaman, ketrampilan dan nilai sikap. Perubahan itu bersifat secara relatif dan berbekas”.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya belajar adalah suatu proses usaha yang melibatkan aktivitas mental yang terjadi dalam diri manusia sebagai akibat dari proses interaksi aktif dengan lingkungannya untuk memperoleh suatu perubahan dalam bentuk pengetahuan, pemahaman, tingkah laku, ketrampilan dan nilai sikap yang bersifat relatif dan berbekas.

B. MACAM-MACAM TEORI BELAJAR KOGNITIF
Yang termasuk teori belajar kognitif adalah:
1.      Teori belajar Pengolahan Informasi
Dalam model tersebut tampak bahwa stimulus fisik seperti cahaya, panas, tekanan udara, ataupun suara ditangkap oleh seseorang dan disimpan secara cepat di dalam sistem penampungan penginderaan jangka pendek. Apabila informasi itu diperhatikan, maka informasi itu disampaikan ke memori jangka pendek dan sistem penampungan memori kerja. Apabila informasi di dalam kedua penampungan tersebut diulang-ulang atau disandikan, maka dapat dimasukkan ke dalam memori jangka panjang.
Kebanyakan, peristiwa lupa terjadi karena informasi di dalam memori jangka pendek tidak pernah ditransfer ke memori jangka panjang. Tapi bisa juga terjadi karena seseorang kehilangan kemampuannya dalam mengingat informasi yang telah ada di dalam  memori jangka panjang. Bisa juga karena interferensi, yaitu terjadi apabila informasi bercampur dengan atau tergeser oleh informasi lain.





2. Teori belajar Kontruktivisme
Teori belajar Kontruktivisme memandang bahwa:
-          Belajar berarti mengkontruksikan makna atas informasi dari masukan yang masuk ke dalam otak.
-          Peserta didik harus menemukan dan mentransformasikan informasi kompleks ke dalam dirinya sendiri.
-          Peserta didik sebagai individu yang selalu memeriksa informasi baru yang berlawanan dengan prinsip-prinsip yang telah ada dan merevisi prinsip-prinsip tersebut apabila sudah dianggap tidak bisa digunakan lagi.
-          Peserta didik mengkontruksikan pengetahuannya sendiri melalui interaksi dengan lingkungannya.

Teori Kontruktivisme menetapkan 4 asumsi tentang belajar, yaitu:
-          Pengetahuan secara fisik dikonstruksikan oleh peserta didik yang terkibat dalam belajar aktif.
-          Pengetahuan secara simbolik dikonstruksikan oleh peserta didik yang membuat representasi atas kegiatannya sendiri.
-          Pengetahuan secara sosial dikonstruksikan oleh peserta didik yang menyampaikan maknanya kepada orang lain
-          Pengetahuan secara teoritik dikonstruksikan oleh peserta didik yang mencoba menjelaskan obyek yang tidak benar-benar dipahaminya
Slavin menyarankan 3 strategi belajar efektif, yaitu:
- membuat catatan
- belajar kelompok
- menggunakan metode PQ4R (preview, question, read, reflect, recite,   review)

C. TOKOH-TOKOH ALIRAN KOGNITIF

     1. Teori Belajar Cognitive Developmental Dari Piaget
Dalam teorinya, Piaget memandang bahwa proses berpikir sebagai aktivitas gradual dari fungsi intelektual dari konkret menuju abstrak. Piaget adalah ahli psikolog developmentat karena penelitiannya mengenai tahap tahap perkembangan pribadi serta perubahan umur yang mempengaruhi kemampuan belajar individu. Menurut Piaget, pertumbuhan kapasitas mental memberikan kemampuan-kemapuan mental yang sebelumnya tidak ada. Pertumbuhan intelektuan adalah tidak kuantitatif, melainkan kualitatif. Dengan kata lain, daya berpikir atau kekuatan mental anak yang berbeda usia akan berbeda pula secara kualitatif.
            Jean Piaget mengklasifikasikan perkembangan kognitif anak menjadi beberapa tahap
            yaitu:
a.       Tahap sensory – motor, yakni perkembangan ranah kognitif yang terjadi pada usia 0-2 tahun, Tahap ini diidentikkan dengan kegiatan motorik dan persepsi yang masih sederhana.

Ciri-ciri tahap sensorimotor :
1.      Didasarkan tindakan praktis.
2.      Inteligensi bersifat aksi, bukan refleksi.
3.      Menyangkut jarak yang pendek antara subjek dan objek.
4.      Mengenai periode sensorimotor:
5.      Umur hanyalah pendekatan. Periode-periode tergantung pd banyak faktor: lingkungan sosial dan kematangan fisik.
6.      Urutan periode tetap.
7.      Perkembangan gradual dan merupakan proses yang kontinu.

b.      Tahap pre – operational, yakni perkembangan ranah kognitif yang terjadi pada usia 2-7 tahun. Tahap ini diidentikkan dengan mulai digunakannya symbol atau bahasa tanda, dan telah dapat memperoleh pengetahuan berdasarkan pada kesan yang agak abstrak.
c.       Tahap concrete – operational, yang terjadi pada usia 7-11 tahun. Tahap ini dicirikan dengan anak sudah mulai menggunakan aturan-aturan yang jelas dan logis. Anak sudah tidak memusatkan diri pada karakteristik perseptual pasif.
d.      Tahap formal – operational, yakni perkembangan ranah kognitif yang terjadi pada usia 11-15 tahun. Ciri pokok tahap yang terahir ini adalahanak sudah mampu berpikir abstrak dan logisdengan menggunakan pola pikir “kemungkinan”.

Dalam pandangan Piaget, proses adaptasi seseorang dengan lingkungannya terjadi secara simultan melalui dua bentuk proses, asimilasi dan akomodasi. Asimilasi terjadi jika pengetahuan baru yang diterima seseorang cocok dengan struktur kognitif yang telah dimiliki seseorang tersebut.
Sebaliknya, akomodasi terjadi  jika struktur kognitif yang telah dimiliki seseorang harus direkonstruksi / di kode ulang disesuaikan dengan informasi yang baru diterima.
Dalam teori perkembangan kognitif ini Piaget juga menekankan pentingnya penyeimbangan (equilibrasi) agar seseorang dapat terus mengembangkan dan menambah pengetahuan sekaligus menjaga stabilitas mentalnya.Equilibrasi ini dapat dimaknai sebagai sebuah keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi sehingga seseorang dapat menyatukan pengalaman luar dengan struktur dalamya. Proses perkembangan intelek seseorang berjalan dari disequilibrium menuju equilibrium melalui asimilasi dan akomodasi

D. BEBERAPA TEORI DAN TOKOH LAIN
Selain tiga tokoh diatas berikut kami sampaikan secara singkat  beberapa tokoh lain yang juga menjadikan teori kognitif sebagai pijakan dalam mengembangkan teori yang mereka kemukakan.
Salah satu teori kognitif yang juga sering dijadikan acuan adalah teori gestalt.  Peletak dasar teori gestalt adalah Merx Wertheimer (1880-1943) yang meneliti tentang pengamatan dan problem solving. Sumbangannya diikuti oleh Kurt Koffka (1886-1941) yang menguraikan secara terperinci tentang hukum-hukum pengamatan, kemudian Wolfgang Kohler (1887-1959) yang meneliti tentang insight pada simpase. Kaum gestaltis berpendapat bahwa pengalaman itu berstuktur yang terbentuk dalam suatu keseluruhan. Menurut pandangan gestaltis, semua kegiatan belajar menggunakan pemahaman terhadap hubungan hubungan, terutama hubungan antara bagian dan keseluruhan. Intinya, menurut mereka, tingkat kejelasan dan keberartian dari apa yang diamati dalam situasi belajar adalah lebih meningkatkan kemampuan belajar seseorang dari pada dengan hukuman dan ganjaran.
Selanjutnya tokoh dari teori kognitif adalah Kurt Lewin (1892-1947). Mengembangkan suatu teori belajar kognitif-field dengan menaruh perhatian kepada kepribadian dan psikologi social. Lewin memandang masing-masing individu berada di dalam suatu medan kekuatan yang bersifat psikologis. Medan dimana individu bereaksi disebut life space. Life space mencankup perwujudan lingkungan di mana individu bereaksi, misalnya ; orang – orang yang dijumpainya, objek material yang ia hadapi serta fungsi kejiwaan yang ia miliki. Jadi menurut Lewin, belajar berlangsung sebagai akibat dari perubahan dalam struktur kognitif. Perubahan sruktur kognitif itu adalah hasil dari dua macam kekuatan, satu dari stuktur medan kognisi itu sendiri, yang lainya dari kebutuhan motivasi internal individu. Lewin memberikan peranan lebih penting pada motivasi dari reward.
Seiring perkembangan teknologi, teori kognitif ini juga dikorelasikan dengan kecerdasan yang ada pada teknologi mutahir, khususnya komputer, yang diistilahkan dengan kecerdasan buatan (artificial intelegence). Kecerdasan ini didefinisikan dengan, sebuah studi tentang bagaimana membuat komputer mengerjakan sesuatu yang dapat dikerjakan manusia (Rich, 1991). Tokoh lain mengatakan, Suatu perilaku sebuah mesin yang jika dikerjakan oleh manusia akan disebut cerdas (Turing, et. al, 1996). Program komputer untuk permainan catur, yang sekarang dapat mengalahkan banyak manusia adalah salah satu contoh dari kecerdasan buatan.
Kebanyakan ahli setuju bahwa Kecerdasan Buatan berhubungan dengan 2 ide dasar. Pertama, menyangkut studi proses berfikir manusia, dan kedua, berhubungan dengan merepresentasikan proses tersebut melalui mesin (komputer, robot, dll)
Menurut Winston dan Prendergast (1984), tujuan dari Kecerdasan Buatan adalah:
a. Membuat mesin menjadi lebih pintar (tujuan utama).
b. Memahami apakah kecerdasan (intelligence) itu (tujuan ilmiah).
c. Membuat mesin menjadi lebih berguna (tujuan enterprenerial).


E. BELAJAR SEBAGAI PROSES KOGNITIF
Teori kognitif adalah teori yang umumnya dikaitkan dengan proses belajar. Kognisi adalah kemampuan psikis atau mental manusia yang berupa mengamati, melihat, menyangka, memperhatikan, menduga dan menilai. Dengan kata lain, kognisi menunjuk pada konsep tentang pengenalan. Teori kognitif menyatakan bahwa proses belajar terjadi karena ada variabel penghalang pada aspek-aspek kognisi seseorang (Mulyati, 2005)
Teori belajar kognitif lebih mementingkan proses belajar daripada hasil belajar itu sendiri. Belajar tidak sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan respon, lebih dari itu belajar melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks. Belajar adalah perubahan persepsi dan pemahaman. Perubahan persepsi dan pemahaman tidak selalu berbentuk perubahan tingkah laku yang bisa diamati.
Dari beberapa teori belajar kognitif diatas (khusunya tiga di penjelasan awal) dapat pemakalah ambil sebuah sintesis bahwa masing masing teori memiliki kelebihan dan kelemahan jika diterapkan dalam dunia pendidikan juga pembelajaran. Jika keseluruhan teori diatas memiliki kesamaan yang sama-sama dalam ranah psikologi kognitif, maka disisi lain juga memiliki perbedaan jika diaplikasikan dalam proses pendidikan.
Sebagai misal, Teori bermakna ausubel dan discovery Learningnya bruner memiliki sisi pembeda. Dari sudut pandang Teori belajar Bermakna Ausubel memandang bahwa justeru ada bahaya jika siswa yang kurang mahir dalam suatu hal mendapat penanganan dengan teori belajar discoveri, karena siswa cenderung diberi kebebasan untuk mengkonstruksi sendiri pemahaman tentang segala sesuatu. Oleh karenanya menurut teori belajar Bermakna guru tetap berfungsi sentral sebatas membantu mengkoordinasikan pengalaman-pengalaman yang hendak diterima oleh siswa namun tetap dengan koridor pembelajaran yang bermakna.
Dari poin diatas dapat pemakalah ambil garis tengah bahwa beberapa teori belajar kognitif diatas, meskipun sama-sama mengedepankan proses berpikir, tidak serta merta dapat diaplikasikan pada konteks pembelajaran secara menyeluruh. Terlebih untuk menyesuaikan teori belajar kognitif ini dengan kompleksitas proses dan sistem pembelajaran sekarang maka harus benar-benar diperhatikan antara karakter masing-masing teori dan kemudian disesuakan dengan tingkatan pendidikan maupun karakteristik peserta didiknya.

F. GAGASAN-GAGASAN KUNCI DI DALAM PSIKOLOGI KOGNITIF DALAM KONTEKS PENDIDIKAN
Kognisi umumnya bersifat adaptif, namun tidak semua kasus. Evolusi telah membantu kita dengan baik dalam membentuk perkembang perangkat kognitif yang sanggup menangkap secara kuat rangsangan dari lingkungan. Perangkat kognitif ini membuat kita mampu untuk memahami rangsangan internal yang membuat sebagian besar informasi bisa tersedia bagi kita. Kita bisa memahami, belajar, mengingat, menalar dan memecahkan masalah dengan keakuratan tinggi. Rangsangan apapun dapat memecahkan perhatian kita dengan mudah dari memproses informasi dengan benar. Namun begitu, proses-proses sama yang membawa kita kepada pemahaman, pengingatan, dan penalaran akurat dikebanyakan situasi bisa juga membawa kita pada situasi kebingunan. Proses memori dan penalaran kita, rentan terhadap kekeliruan sistematik tertentu yang dikenal dengan baik. Contoh, kita cenderung menilai secara berlebihan  informasi yang mudah kita terima, bahkan kita melakukan kekeliruan ini ketika informasi tersebut sama sekali tidak relevan dengan persoalan yang sedang dihadapi.
Proses kognitif berinteraksi satu sama lain termasuk denga proses-proses non-kognitif. Meskipun para psikolog kognitif sering kali mengisolasi fungsi dari proses-proses kognitif tertentu. Contoh proses-proses memori bergantung pada proses-proses persepsi. Apa yang anda ingat , sebagian bergantung kepada yang anda pahami. Dengan cara yang sama, proses berfikir bergantung sebagian kepad proses memori, contoh  Anda tidak bisa merefleksikan apa yang anda ingat. Proses-proses kognitif juga berinteraksi dengan proses-proses non-kognitif, contohnya anada bisa belajar lebih baik ketika termotivasiuntuk belajar. Walaupun demikian pembelajaran anda tampaknya akan melemah jika merasa anda merasa jengkel terhadap sesuatu dan tidak bis berkonsentrasi pad atugas pembelajaran yang sedang dihadapi.
Salah satu wilayah psikologi kognitif yang paling menarik dewasa ini adalah saling berkaitan antara analisis yang kognitif dan biologis. Contohnya menjadi mungkin untuk menentukan tempat aktifitas didalam otak yang berkaitan dengan jenis-jenis proses kognitf. Akan tetapi kita tidak boleh langsung mengasumsikan kalau aktifitas biologis adalah penyebabutama aktifitas kognitif. Riset justru menunjukkan bahwa proses pembelajaranlah yang menyebabkan perubahan-perubahan di dalam otak. Dengan kata lain proses-proses kognitif dapat mempengaruhi struktur-struktur biologis sama seperti struktur biologis mempengaruhi proses kognitif. Sistem kognitif tidak bekerja secara terisolasi, namun bekerja dengan sistem lain.
Kognisi perlu dipelajari lewat beragam metode ilmiah. Semua proses kognitif perlu dipelajari lewat beragam operasi yang saling melengkapi. Artinya beragam metode studi untuk mencari suatu pemahaman umum. Semakin banyak perbedaan jenis teknik yang mengarah kepada kesimpulan yang sama, semakin tinggi keyakinan yang bisa kita miliki mengenai kesimpulan tersebut. Contohnya, studi-studi tentang waktu reaksi, tingkat kekeliruan dan pola perbedaan individual, semua mengarah pada kesimpulan yang sama.








BAB III
PENUTUP

A.                KESIMPULAN

                      Belajar kognitif memandang belajar sebagai proses pemfungsian unsur- unsur kognisi, terutama unsur pikiran, untuk dapat mengenal dan memahami stimulus yang datang dari luar. Aktivitas belajar pada diri manusia ditekankan pada proses internal berfikir, yakni proses pengolahan informasi. Teori belajar kognitif lebih menekankan pada belajar merupakan suatu proses yang terjadi dalam akal pikiran manusia.
Yang termasuk teori belajar kognitif adalah Teori belajar Pengolahan       
Informasi, dan teori belajar Kontruktivisme. Slavin menyarankan 3 strategi belajar efektif,  
Yaitu membuat catatan, belajar kelompok, menggunakan metode PQ4R (preview, question,read, reflect, recite, review).
Jean Piaget mengklasifikasikan perkembangan kognitif anak menjadi beberapa tahap yaitu :
a.       Tahap sensory – motor, yakni perkembangan ranah kognitif yang terjadi pada usia 0-2 tahun, Tahap ini diidentikkan dengan kegiatan motorik dan  persepi yang masih sederhana
b.      Tahap pre – operational, yakni perkembangan ranah kognitif yang terjadi pada usia 2-7 tahun. Tahap ini diidentikkan dengan mulai digunakannya symbol atau bahasa tanda, dan telah dapat memperoleh pengetahuan berdasarkan pada kesan yang agak abstrak.
c.       Tahap concrete – operational, yang terjadi pada usia 7-11 tahun. Tahap ini dicirikan dengan anak sudah mulai menggunakan aturan-aturan yang jelas dan logis. Anak sudah tidak memusatkan diri pada karakteristik perseptual pasif.
d.      Tahap formal – operational, yakni perkembangan ranah kognitif yang terjadi pada usia 11-15 tahun. Ciri pokok tahap yang terahir ini adalahanak sudah mampu berpikir abstrak dan logisdengan menggunakan pola pikir “kemungkinan”.

B.  SARAN

Teori perkembangan ini telah sedikit banyak memberi panduan kepada seluruh  stakeholder pendidikan, khususnya praktisi pendidikan, tentang perkembangan yang dilalui oleh seseorang anak didik dan setiap anak didik tersebut adalah berbeda dari segi perkembangan kognitifnya yang kemungkinan dipengaruhi oleh faktor-faktor internal maupun eksternal mereka seperti bakat, lingkungan, makanan, kecerdasan dan sebagainya.



DAFTAR PUSTAKA
Budiningsih C. Asri, Belajar dan Pembelajaran, Rineka Cipta, Yogyakarta , 2004.
F. Hill, Winfred, Theories Of Learning; Teori- Teori Pembelajaran, Alih Bahasa M. Khozim, Nusa Media, Bandung, 1990.
Mulyati,  Psikologi Belajar, Andi, Surakarta, 2005.
Stenberg, Robert J. Psikologi Kognitif Edisi Keempat, Pustaka pelajar, Yogyakarta, 2008.
Seivert, Kelvin, Manajemen Pembelajaran dan Instruksi Pendidikan, IRCiSoD Yogyakarta, 2008.
Rifai, Achmad dan Tri Anni, Catharina. Psikologi Pendidikan. Unnes Press,Semarang, 2009.